GERUNG - Kelangkaan gas subsidi 3 kilogram atau "elpiji melon" di Lombok Barat (Lobar) yang sudah terjadi selama hampir sebulan, kini menjadi sorotan serius DPRD setempat. Anggota Komisi II DPRD Lobar, Munawir Haris, mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) segera bersurat ke Pertamina untuk meminta penambahan kuota.
"Kuota harus ditambah," tegas Munawir, Rabu (17/9).
Munawir mengaku heran dengan kondisi ini, terutama setelah melakukan pengecekan langsung ke lapangan. Ia menemukan bahwa stok gas di SPPBE Lembar sebenarnya normal, dengan distribusi harian mencapai 17 hingga 18 ribu tabung. Namun, saat memeriksa salah satu agen di Kuripan, ia menemukan adanya pemotongan jatah yang drastis.
"Biasanya, agen di Kuripan mendapat jatah enam truk per minggu, sekarang berkurang menjadi tiga truk. Pengurangan ini sangat drastis," bebernya.
Dampak langsung dari kelangkaan ini adalah melonjaknya harga gas di pasaran. Harga jual di tingkat pengecer bisa menembus Rp35 ribu per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp18 ribu.
Menyikapi hal ini, Munawir mendesak Pemkab untuk segera memanggil pihak Pertamina dan SPPBE agar kelangkaan tidak berlarut-larut. Ia menegaskan, penambahan kuota adalah solusi utama.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lobar, Lalu Agha Farabi, menyatakan bahwa pihaknya akan segera menggelar pertemuan dengan Pertamina dan SPPBE. "Kami akan cari tahu di mana letak sumbatan kelangkaan ini, apakah di Pertamina atau di agen pangkalan," ucapnya.
Agha juga mengungkapkan bahwa SPPBE sebenarnya sudah bersurat kepada Pertamina untuk penambahan kuota sejak Mei 2025, namun belum ada realisasi hingga saat ini. Kelangkaan ini, menurutnya, tidak hanya terjadi di Lobar, tetapi juga di kabupaten/kota lain.
"Kami akan mencari informasi yang lebih jelas dari pihak Pertamina," pungkas Agha, seraya berjanji terus memantau kondisi di lapangan.