LOMBOK BARAT - Komunitas Peduli Reklamasi (KPR) menggelar Diskusi Publik bertema "Reklamasi di Daerah Konservasi apakah berujung Bui" di Gerung, Lombok Barat, pada 5 November 2025. Diskusi ini menyoroti dugaan pelanggaran hukum dan lingkungan terkait proyek reklamasi di kawasan Gili Gede, yang telah ditetapkan sebagai area konservasi.
Acara ini dihadiri oleh Dr. Linda (Akademisi), Hanafi (Mewakili Dinas Kelautan dan Perikanan NTB), dan Perwakilan Polda NTB.
Akademisi: Perizinan Bobrok dan Partisipasi Masyarakat Minim
Dr. Linda, perwakilan akademisi, menegaskan bahwa Gili Gede memiliki karakteristik lingkungan yang strategis untuk pariwisata. Ia mengingatkan bahwa setiap kebijakan harus berpegang pada Asas Kelestarian dan Keberlanjutan (perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup) dan Asas Kehati-hatian (terkait dampak serius lingkungan).
Sorotan utama Dr. Linda adalah:
a. Perizinan yang Bobrok: Terdapat tantangan perizinan yang tumpang tindih dan hanya berorientasi pada keuntungan investor, bukan partisipasi masyarakat.
b. Penegakan Hukum: Adanya konflik antara investor dan konservasi, yang memerlukan penegakan hukum pidana ekologis yang serius dan transparansi izin.
c. Rekomendasi: Perlu dilakukan Analisis AmDal yang mendalam, serta kolaborasi riset dan pendidikan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
DKP NTB: Gili Gede Status Konservasi Sejak 2018
Hanafi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB mengklarifikasi status hukum Gili Gede. Secara normatif, Gili Gede sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi melalui keputusan Kementerian Kelautan pada tahun 2018.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan reklamasi, meskipun diatur dalam Perpres 122, tidak serta-merta diizinkan di area konservasi. Untuk Gili Gede, izin yang terbit sejauh ini hanyalah izin dermaga wisata dan izin lingkungan water bungalow, bukan izin reklamasi penuh.
"Untuk mendapatkan izin Reklamasi harus memiliki dokumen yang kajiannya sangat mendalam, apalagi dalam konservasi itu lebih diprioritaskan kelautan dan perikanan," tegas Hanafi. Ia juga menyebutkan bahwa izin untuk wilayah Sekotong terbit pada tahun 2019 oleh Pemerintah Provinsi NTB.
Polda NTB: Belum Ada Kesimpulan Indikasi Pidana
Perwakilan Polda NTB menyatakan bahwa pihak kepolisian akan bertindak berdasarkan perspektif pidana. Saat ini, Polda belum menyimpulkan adanya indikasi pelanggaran hukum dan belum memulai investigasi.
Pihak Polda akan terus berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk mendalami aspek regulasi yang telah dibahas dalam diskusi, dan berkomitmen untuk menegakkan hukum.
Kesimpulan diskusi menyatakan bahwa reklamasi boleh dilakukan asalkan mengikuti aturan yang berlaku, serta memenuhi semua perizinan dari dinas dan stakeholder terkait.
