MATARAM - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Mataram kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB pada 8 Oktober 2025. Aksi Jilid III yang dipimpin oleh Ketua IMM Cabang Mataram, Ahamid, ini menuntut Kejati untuk mengusut tuntas kasus dugaan penggelapan dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB senilai Rp71 miliar secara profesional dan transparan.
Massa IMM mempertanyakan lambatnya penetapan tersangka, mengingat status kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan.
Tuntut Penetapan Tersangka dan Periksa Gubernur
Dalam orasinya, IMM menyoroti bahwa dugaan penyelewengan dana Pokir ini mencoreng kepercayaan publik, terutama setelah dua anggota DPRD, MH dan R dari Fraksi PPP, mengembalikan uang ratusan juta rupiah pada Agustus 2025. Tindakan pengembalian uang ini, menurut IMM, menguatkan dugaan penyalahgunaan kekuasaan.
Tuntutan utama IMM Cabang Mataram meliputi:
1. Segera tetapkan tersangka bagi anggota dewan yang telah mengembalikan uang dan menjalani pemeriksaan.
2. Mendesak pemeriksaan terhadap Gubernur NTB, karena kepala daerah memiliki kewenangan memasukkan usulan Pokir ke dalam RKPD dan APBD, dan diduga membiarkan praktik tersebut terjadi.
3. Meminta Kejati untuk segera menetapkan anggota dewan tertentu, termasuk HK (Golkar), IJU (Demokrat), dan MNI (Perindo) sebagai tersangka.
Kejati Bantah Intervensi, Sebut Kasus Mengarah Gratifikasi
Massa aksi ditemui oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Zulkifli, yang didampingi jajaran Pidsus. Zulkifli menegaskan bahwa proses penyidikan kasus ini masih berjalan dan tidak akan mundur.
"Saat ini proses penyidikan masih berjalan dan tidak mungkin mundur karena telah masuk pada tahap lanjutan," kata Zulkifli. Ia menambahkan bahwa aksi unjuk rasa justru dapat menghambat jalannya penyidikan.
Aspidsus menyampaikan perkembangan terkini:
Penyidikan telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup sesuai KUHP.
Kasus ini untuk sementara tidak berkaitan langsung dengan uang negara, melainkan mengarah pada dugaan gratifikasi, yang juga merupakan tindak pidana korupsi.
Sebanyak 20 saksi dan 25 anggota DPRD NTB telah diperiksa.
Total uang yang telah dikembalikan ke Kejati mencapai Rp1,8 miliar, dan jumlah ini masih berpotensi bertambah.
Mengenai tuntutan pemeriksaan terhadap Gubernur NTB, Kejati menyatakan bahwa belum ada saksi yang menyebutkan keterlibatan Gubernur. Zulkifli memastikan seluruh proses dilakukan secara profesional dan transparan tanpa intervensi.
Massa aksi membubarkan diri dengan aman dan tertib setelah mendengar tanggapan resmi dari pihak Kejati.