MATARAM – Sebanyak 35 guru dari Aliansi Mutasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Provinsi NTB mendatangi Kantor DPRD NTB pada Selasa (10/12) untuk menolak keras Surat Edaran Sekretaris Daerah yang menginstruksikan pengembalian mereka ke unit kerja penempatan awal.
Hearing yang berlangsung di ruang Komisi V ini dipimpin oleh Ketua Komisi V H. Didi Sumardi dan dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Dikbud NTB serta BKD NTB.
SK Mutasi Definitif Dipertanyakan
Koordinator Aliansi Mutasi PPPK, Riyadi, S.Pd., menyampaikan keresahan para guru SMA, SMK, dan SLB terkait Surat Edaran Sekda Nomor: 800.1.5.3/4852/BKD/2025 yang dinilai menciptakan ketidakpastian. Mereka meminta pembatalan kebijakan tersebut karena telah menerima SK Mutasi Definitif sejak tahun 2022 di daerah masing-masing.
Para guru berargumen bahwa perpindahan unit kerja antar sekolah di lingkup Pemerintah Provinsi NTB adalah tindakan legal dan sah secara administratif. Mereka mengacu pada PermenPANRB Nomor 28 Tahun 2021 dan surat dari BKN Kantor Regional X Denpasar yang hanya melarang mutasi PPPK pada kasus pindah instansi, bukan perpindahan internal dalam instansi yang sama.
Dampak Serius pada Kinerja dan Sertifikasi Guru
Aliansi Mutasi PPPK juga membeberkan dampak serius jika kebijakan pengembalian ini diterapkan:
Gangguan Fungsi Sekolah: Kekosongan guru akan terjadi di tempat tugas saat ini, sementara sekolah asal berpotensi mengalami kelebihan guru jika kekosongan sebelumnya telah terisi.
Ancaman Profesi: Kebijakan ini berisiko menyebabkan guru PPPK tidak mendapatkan alokasi jam mengajar yang cukup di sekolah asal, sehingga mengancam pemenuhan beban kerja minimal 24 jam dan potensi hilangnya sertifikasi.
Beban Sosial dan Finansial: Jarak sekolah asal yang jauh dari tempat tinggal juga menimbulkan beban finansial dan sosial yang berat, terutama bagi guru yang telah berkeluarga.
Menanggapi keresahan para tenaga pendidik, Ketua Komisi V DPRD NTB, H. Didi Sumardi, memastikan bahwa aspirasi tersebut akan segera disampaikan secara resmi kepada instansi terkait sebagai bahan pertimbangan.
"Harapannya, hasil penyampaian tersebut dapat mendorong agar penerbitan SK berikutnya disesuaikan dengan domisili atau alamat KTP masing-masing guru, sehingga penempatan lebih manusiawi, efektif, dan tidak menimbulkan beban tambahan," tutup Didi Sumardi.
