JAKARTA – Pemerintah secara resmi menetapkan kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 dengan batas maksimal penyesuaian sebesar 4 persen dari tahun sebelumnya. Ketentuan ini mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026 di seluruh 38 provinsi Indonesia sebagai standar pengupahan dasar bagi pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun.
Langkah ini diambil sebagai strategi pemerintah dalam merespons tekanan inflasi dan fluktuasi harga kebutuhan pokok, sekaligus menjaga daya beli buruh tanpa membebani biaya produksi perusahaan secara berlebihan.
Penetapan UMP 2026 menggunakan formula berbasis indikator ekonomi makro, yakni kombinasi angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan kenaikan yang dipatok maksimal 4 persen tersebut dinilai sebagai jalan tengah untuk menjaga hubungan industrial yang kondusif.
Pemerintah menekankan bahwa penyesuaian yang moderat dan terukur ini bertujuan mencegah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mungkin dipicu oleh lonjakan biaya operasional di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Estimasi Nominal UMP 2026 di Sejumlah Provinsi Strategis
Berdasarkan kebijakan kenaikan tersebut, berikut adalah estimasi besaran UMP di beberapa wilayah kunci Indonesia:
| Provinsi | Estimasi UMP 2026 |
| DKI Jakarta | ± Rp5.400.000 |
| Papua | ± Rp4.200.000 |
| Sulawesi Selatan | ± Rp3.700.000 |
| Kalimantan Timur | ± Rp3.400.000 |
| Banten & Sumatera Utara | ± Rp2.900.000 |
| Bali | ± Rp2.800.000 |
| Jawa Timur | ± Rp2.300.000 |
| Jawa Barat | ± Rp2.200.000 |
| Jawa Tengah | ± Rp2.100.000 |
Catatan: Daftar lengkap mencakup 38 provinsi dengan nominal akhir yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur masing-masing daerah.
Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan bahwa UMP hanyalah jaring pengaman bagi pekerja baru. Untuk karyawan dengan masa kerja di atas satu tahun, perusahaan wajib menerapkan Struktur dan Skala Upah (SUSU) yang lebih tinggi dari standar minimum.
Pemerintah juga memberikan peringatan keras: perusahaan dilarang membayar upah di bawah ketentuan UMP. Pelanggaran terhadap regulasi ini dapat berujung pada sanksi administratif hingga sanksi pidana sesuai undang-undang yang berlaku.
Dengan pengumuman yang dilakukan sejak akhir tahun 2025, dunia usaha diharapkan memiliki waktu transisi yang cukup untuk menyesuaikan perencanaan biaya operasional tahun depan, sehingga stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga secara berkelanjutan.
